Musim meniupkan deru angin barat, dan pagi
mengetukjendela dengan rindu yang kian sarat
#
Gerit daun pintu bambu,pondok tua yang berdebu
itu--ah, betapa kenangan masih saja bermain-main di ingatanku
#
Gerisik
daun bambu,bulan di sela awan kelabu; betapa senja seakan irama luka yang
keluar dari bilik kenangan purba
#
Ingin
kubaca gurat-gurat makna pada matamu yang senja, masihkah di sana bisa kutemu jejak rinduku yang dulu?
#
Kelak,
raga kita akan merapuh seiring usia, namun kenangan akan tetap bergema seperti
suara genta di hening semesta
#
Sepi
itu, ketika langit senja tiba-tiba menumpahkan butir-butir kenangan dan kita
saling diam berpisah jalan
#
Cerlang
matamu, pendar cahaya lampu itu, penunjuk jalan biduk ku, mengarung samudera
biru; hatimu
#
Ada helai gugur daun mahoni
melayang di gigir pagi, mungkin itu kenangan rapuh yang semalam tak sempat
kusinggahi
#
Senja
kelabu tua, saat kita berlarian di bawah mega tanpa langit jingga, menepikan
luka-luka
#
Bejana rindu telah retak,kini kita mencoba menepis
jarak,didera waktu yang terus berdetak
#
Di remang kabut, pagi lamat-lamat menguak langit
dengan kilau cahaya;menghangatkan semesta dengan cara yang bersahaja
#
Hujan merinai bagai tirai kenangan yang melambai
diembus angin; sepotong bulan menangisi kuncup kamboja yang luruh lunglai
#
Di jenggala waktu,kenangan kian dalam menghunjamkan
luka; tak juausai sepi memahat tangis dipelataran rumah duka
#
Di balik tirai yang rahasia, malam menggumamkan
sebait doa, dan di atas sana
langit mengamininya
#
Gerimis
turun di sela daun-daun randu, saat di tikungan itu kita saling melambaikan
tangan, dan perpisahan menjadi sebuah kisah tanpa kata
#
Jika
senja adalah lenganmu betapa ingin aku lesap dalam dekapmu, endapkan segala
lelah jiwaku
#
Dan senja tak pernah usai mempuisikan kenangan
luka, kelak dia akan kembali dengan luka yang berbeda;mungkin saja
#
Senja
jatuh di gigir bukit membawa sekeping sunyi;sepasang kunang-kunang menyematkan
cahaya di rerimbun bambu;cahaya rindumu
#
Hujan
siang ini menempiaskan rindu di berandaku... Kenangan tiba-tiba saja bertandang
membawa payung hitam
#
Angin
barat meliukkan rerimbun daun kenari, dan ini kesekian kali aku menunggumu di
dermaga tua, memintal luka-luka
#
Rerimbun
akasia di tepi telaga, menyajakkan kepedihan luka sang pengelana; betapa cinta
tak dapat diterka
#
Aku
mengadukan luka pada langit, betapa setiap detik kehilanganmu adalah sesuatu
yang ambigu
#
Seperti
dedahan itu, kelak kita pun akan patah dan rapuh, kembali menyatu dengan tanah
#
Sesamar nebula yang mengambang di luas jumantara,
cinta menaungi kita, tak teraba di sisi hati yang entah, namun kita percaya;
dia ada
#
Biarkan saja cinta mengembara menemukan rumahnya,
dia tidak buta. Hanya saja belum tiba waktunya dia berdiam di sana
#
Lalu
tangis mu lesap di jenggala waktu, menumbuhkan sulur-sulur luka yang kian lekap
memelukku
#
Musim menggugurkan dahan kenangan, dan hujan
menghanyutkannya bersama luka, menyambangi sepi yang masih berdiam diri
Ini
tentang sepi. Sebaitpuisi duduk menjala mimpi pada suatu senja, ketika langit berkubang
air mata
#
Kecipak
embun yang jatuh di tenang telaga, adalah detak rinduku yang kusuarakan lewat
bahasa kalbu
#
Malam
kian merimbunkan sunyi yang menjalar di langit-langit kenangan, sebab hujan
demikian riuh melafalkan bait-bait doa pengharapan
#
Kita
bersua pada suatu ketika, dalam diam yang kita cipta di arena yang penuh luka
#
Tak
perlu kita hamburkan kata, karena dalam diam pun cinta mampu bersuara
#
Dalam
diam kusesap sepi hingga letih ini melautkan mimpi
#
Ada gigil kesunyian saat hujan
mendentingkan nyanyian luka,dan angin gunung menggiring sepi menuju peraduan
abadi
#
Rindu
kita mungkin hanya sandiwara sekedar untuk menyamarkan kecewa ; penantian yang
dusta
#
Tentang
perempuan bermata rembulan itu, di mana embun meneteskan teduhnya di rekah
bungabunga rosela
#
Segala
tentang pagi adalah langit yang tak henti mengumandangkan suarasuara yang
begitu harmoni, juga mimpi yang bergegas pergi
#
Embun
menetes dari sulur-sulur kenangan, mengalirkan rindu memenuhi segenap ingatan
#
Di sebuah pagi pada suatu hari, embun akan
mengabarkan padamu tentang harap yang kau sampaikan pada langit
#
Di ambang subuh embun mengetuk pintu langit,
menyampaikan doa yang kutitipkan kepadanya; aku percaya Tuhan ada di sana
#
Di suatu tempat yang tak bernama, di sanalah
kembara langkah memapah gundah untuk istirah; melelapkan lelah
#
Nun,
di kedalaman sunyi, rindu berlarian menyusur tepi perigi menuju entah; mungkin
hatimu yang tak terjamah
#
Dan, dahan-dahan kayu rapuh memamah sepi dengan
derak yang gaduh, patah menderaikan angkuh
#
Kubaitkan
puisi sepi di hening subuh, ketika letih ini memaksa aku untuk bersimpuh
#
Ada suaramu yang menggema di
ingatanku, dan aku lupa cara untuk
melupakanmu
#
Kita
terlalu sering menjamu malam dengan sekotak kenangan, hingga letih memenuh
angan
#
Kutemukan
secarik kenangan di ujung jalan itu, mungkin kamu telah menghanyutkannya
bersama hujan senja tadi
#
Hujan
menetes riuh di atas bunga-bunga bakung, tempat di mana kita saling menambatkan
rindu yang demikian agung
#
Beratap
rumbia, itu rumah kita. Tempat rindu kita beranak pinak, begitu marak
#
Ketika
senja begitu muram, langit menjatuhkan selembar puisi tentang hujan, dan angin
berkejaran di tepian laguna
#
Kenangan,
hanyalahsebentuk ingatan yang berdiamlama di samudra kegalauan
#
Singgahlah
di berandaku, mari kita nikmati
hidangan rindu, dan secangkir pahit kenangan lalu. Mau?
#
Di sisi gelap hatimu, ijinkan aku menjadi cahaya
itu, cahaya rindu
#
Gurat
cahaya, kilau embun di bening mata, engkaulah pagi yang senantiasa melangitkan
doa; hamba yang bersahaja
Bersimbah doa, seraut wajah menitipkan rindu pada
angin; berharap kesedihannya larut bersama tetes embun di pucuk daun beringin
#
Dari
sebuah pagi di musim yang entah, kenangan masih saja memantulkan gema nyanyian
purba; tak jua lelah
#
Dari
musim yang begitu renta, kita bisa belajar tentang setia
#
Nanti
pada saatnya, kenangan akan menuntunmu menjelajah sekat sepiku, dan aku akan
tetap menunggu;kehadiranmu
#
Dan di dingin malam,kesunyian adalah sahabat
hatiyang tercampakkan; sebuahlukisan kesedihan
#
Ada kenangan yang begitu
meruah ketika malam mendentingkan desir kesunyiannya--getir yg gundah
#
Mungkin
waktu adalah sebuah kisaran rindu, di mana bagi hatimu, hujan adalah bias
kenangan yang mencahayakan cinta itu
#
Angin
melangitkan selembar kerinduan, dan hujan mengubahnya menjadi titik-titik
kenangan di lembah-lembah kesunyian
#
Lalu
hujan menderaskan sebait puisi bersama awan-awan kelabu tua yang berarakan di
langit kenangan
di
langit siang yg begini lengang, bayangmu pun enggan mengambang, mungkin harus
kudendangkan sebuahtembang?
#
Ada sisa hujan
menggenang di halaman; hadirkan gigil sepi pada suatu pagi; pd sebuah hati yang
tersakiti
#
Seperti
sungai yang tak henti mengalir, begitu pula diri kita mengikuti takdir
#
Matamu
serupa kopi, hitam yang misteri adalah sesuatu yang ingin kuselami, tanpa henti
#
Serupa
kopi di senja yang berhujan, begitu saja kenangan datang bertandang, dikala
hati kesepian
#
Akan
kucahayai gelap dihatimu dengan lilin cintaku, kekasih, biar hambar segala duka
yang tergambar
#
Di bilik kenangan, sebatang lilin tlah padam;
dan kini hanya ada senyap yang berkumandang. Lengang
#
Rumah
kita, kekasih, tempat menyapih luka paling perih, sementara lilin kasih tetap
bercahaya;tak pernah letih
#
Telah kuendapkan luka ini di tempat paling sepi,
diterangi cahaya suram lilin mimpi dalam balutan kenangan yang kian pasi
Seperti
dedaunan yang jatuh di taman, kenangan datang dalam percakapan yang diam di
hadapan lilin yang telah padam
#
Kuminta
jangan pergi, isakmu suatu pagi. Tapi mentari terlanjur merenggutku dari pucuk
daun; karna aku lah embun
#
Karena hanya dengan larik puisi ini aku bisa
memaknai pagi, mengarti sunyi, maka, biarkan sepi melagukan denting kerinduannya
#
Mungkin
engkau telah menjelma angin pagi, menggoyang pucuk-pucuk daun turi; ah aku tak
sempat mengemas mimpi
#
Selembar
puisi terselip di antara rimbun pohon mahkota dewa, mungkin tadi langit
mengirimkannya
#
Tak
ada cerlang purnama kini, hanya sepi menyayat nyeri; di lengang savana aku
memakamkan mimpi
#
Tentang
seraut wajah malam, di mana letih begitu ingin pejam; hendak kutambatkan sepi
ini pada anjungan mimpi
#
Di kaki lazuardi, mimpi punya jalannya sendiri;
mungkin hendak ingkari sepi
#
Lautan
memang selalu bergelombang; dan betapa aku ingin setabah karang, tak pukang
meski badai mengguncang
di
lengang malam yang entah, sebaris puisi mendentingkan suara tentang rindu yang
gundah; ah betapa letih hati memangku mimpi yang patah
#
Tentang
malam yang menghadirkan ribuan kunang-kunang, aku tersesat di lorong labirin
kenangan, tak tahu jalan pulang
#
Aku
bukan sesiapa, aku hanya sebongkah rasa yang ingin melangitkan doa agar harimu
ceria
#
Aku
pemuja rasa yang fakir kata; adamu yang nyata tlah cukup biaskan ceria, tak
harus aku menulis cerita
#
Pagi
menenun asa dalam bias rasa ceria, selincah burung-burung gereja yang
bergelayut di dedahan rosela
#
Ceria
kita, merangkai gurat-gurat kata ketika pagi menafaskan cinta di luas
semesta--tak ada lagi luka
#
Rindu
aku; kanak-kanak masa dulu, mengejar kupukupu.Memetik ceria dengan pagi di
genggamannya
#
Butiran
hujan, merajam kesendirian menjadi sepi yang paling menyakitkan
#
Sehelai
kenangan kusam, tertambat di beranda sepi. Tersia dan nyaris mati
Di sayap malam, tiap helainya menyimpan sebaris
puisi tentang rindu yang ingin kutuntaskan; denganmu
#
Malam
membisu dalam dekap dadamu. Kucoba mencari hangat dalam pijar rindu yg kian
riuh bertalu
#