Aku mendengar hening ketika angin mengantarkan pagi
melarungkan bilah-bilah cahaya di hamparan kabut
#
Hembus udara mendesirkan bait-bait sunyi sebuah pagi, yang
kemudian lesap ke dalam jenggala rindu matamu
#
Pagi menjadi demikian getas, ketika perlahan kita saling
meletakkan catatan mimpi yang tak usai kita jelajahi
#
Remang senja di antara riap rumpun ilalang, betapa lama
luka berdiam di bilik-bilik kesunyian
#
Senja ini, sepi turun dari puncak bukit kenangan membawa
sekeping ingatan tentang masa lalu yang lama berdiam di pucuk pohon-pohon
kerinduan
#
sepasang kepodang, berkicau riuh di dahan kemuning.
Betapa, pagi adalah sebuah kitab kerinduan yang tak pernah usai kita
terjemahkan
#
aku mencari sisa hujan semalam. mungkin di sela bulirnya
masih bisa kutemukan sekeping kenangan yang dulu kutitipkan
#
Bulan menggantung di sela rimbun daun-daun bambu petung,
begitu juga angan mengembara di luas semesta yang begitu suwung
#
jika senja serupa dermaga, betapa aku ingin berlabuh
menyandarkan letih dari perjalanan yang sekian lama kutempuh
#
Lalu senja menyajakkan kesepian, tentang rindu yang hitam
serupa burung-burung malam yang mematuk remah sinar rembulan
#
Lalu kita kayuh perahu kayu yang telah rapuh, menelusuri
tepi senja pada sebuah telaga; melarungkan doa
#
Tentang sepotong senja; kau, aku, dan kenangan tentang
setapak jalan berdebu di belantara akasia-sebuah perjalanan luka
#
Masih tersisa sepotong cahaya rembulan menempel di lembar
daun jati, bertuliskan sebait puisi yang lahir dari rahim sepi
Pd begitu banyak aksara yg kau toreh dengan doa,semoga
masih sempat kau tulis sebuah kata di langit subuh;perjalanan yg harus kita
tempuh
#
Dan pagi menguak semesta dengan larik-larik cahaya.
Mungkin juga doa-doa sahaya yang menjelma merupa embun di pucuk-pucuk cemara
#
Di musim-musim yang ranggas angin begitu deras menampar
reranting getas. Begitu pun kenangan; menjelma di tiap deru nafas
#
Sebilah senja menyimpan ribuan kenangan. Mungkin saat ini, di sebuah
sudut kota kau
sedang melukis hujan. Hujan dan senja
#
Ada gemawan melintas di langit barat; di lengannya
kenangan bergelayut mesra, melafazkan sajak-sajak luka
#
Lalu senja merayap di gigir senyap, membahasakan luka
menjadi titik-titik lembab di atas daun-daun akasia
#
Lembut halimun suarakan kidung pagi, menjalar di liuk
batang-batang padi. Sebuah elegi musim yg abadi
#
Aku menuliskanmu dalam puisi pagi, tentang riap angin
membelai pucuk ilalang, menyongsong terang agar gelap menghilang
#
Kita sempat mendengar pagi mengetuk mimpi, namun kita
memilih lelap agar dapat memaknai rindu yg begitu lekap
#
Kamu angin, aku sehelai daun kering. Bersama kita menjelajah setiap
celah hutan untuk menemukan tempat persinggahan
#
Lalu kusajakkan cinta lewat desir angin utara, semoga dg
baitbait yg sederhana kita mampu menjaga dia tetap menyala
#
Di selasar pagi kutemukan secarik puisi;semalam malaikat
menuliskannya dengan tinta doa untuk kita
#
Dan doa mengaliri tempat-tempat di lembah penantian,
menghanyutkan segala resah tentang ketidakpastian
#
Siapkan saja secangkir rindu saat aku singgah di
berandamu; menghabiskan malam menepikan kenangan
#
Lamat-lamat angin mendesaukan suara di getas ranting
malam; mungkin tangis yang tersimpan diam-diam di bilik kenangan
#
Yang akhirnya kita simpan hanya sebait kenangan kusam
karena senyum kita telah lesap bersama hujan tengah malam
#
Senyum telah hilang dari bibir malam, kini hanya air mata
sebagai penanda; sebuah hati terluka
#
Ada samar tergambar dalam senyum purnama, mungkin denyar
yang kian hingar di mata malam yang penuh binar
#
bravo and bravo #tuing
BalasHapusngookkk
Hapus